Makalah Pengelolaan Kelas
A.
Pendahuluan
Sekolah adalah tempat belajar
bagi siswa, dan tugas guru adalah sebagian besar terjadi dalam kelas adalah
membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi
belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana
pengajaran serta mengendalikanya dalam situasi yang menyenangkan untuk mencapai
tujuan pelajaran.
Kegiatan guru di dalam kelas
meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas. Kegiatan mengajar
dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan seperti menelaah
kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada
siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah
contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan
dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat
berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan segera,
mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, mengembangkan aturan
permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan mengelola
kelas.
Kegagalan seorang guru mencapai
tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola
kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah,
tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu,
pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting.
Pengelolaan kelas menjadi tugas
dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam
kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru
dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga terciptanya suasana kelas
yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut
kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan pendekatan
yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif. Dalam makalah ini akan dibahas tentang
bagaimana pengelolaan kelas?
B.
Pengelolaan Kelas
1.
Pengertian Pengelolaan Kelas
Kata manajemen berasal dari
bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agree
berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja manager
yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris
dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management,
dan manager untuk melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan. Suharsimi
mengatakan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah pengadministrasian,
pengaturan atau penataan suatu kegiatan.[1]
Secara umum, manajemen
adalah suatu kegiatan untuk menciptakan dan memertahankan kondisi yang
optimal bagi terjadinya proses belajar di dalamnya mencakup
pengaturan siswa dan fasilitas, yang dikerjakan mulai terjadinya kegiatan
pembelajaran di dalam kelas sampai berakhirnya pembelajaran di dalam kelas. Sedangkan
pengertian umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang
sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Sementara itu, menurut Oemar
Hamalik (1987:31) menjelaskan “kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan
kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru”. Sedangkan menurut
Ahmad (1995:1) “kelas adalah ruangan belajar atau rombongan belajar”. Sulaeman
(2009) mengartikan bahwa kelas dalam arti umum menunjukkan kepada pengertian
sekelompok siswa yang ada pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dan
dari guru yang sama pula. Kelas dalam arti luas merupakan bagian dari
masyarakat kecil yang sebagian adalah suatu masyarakat sekolah yang sebagian
suatu kesatuan di organisasi menjadi unit kerja secara dinamis menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan.
Definisi pengelolaan kelas atau
pengelolaan kelas yang dipetik dari informasi Pendidikan Nasional bahwa ada
lima definisi pengelolaan kelas sebagaimana berikut ini.[2]
a. kelas yang bersifat otoritatif,
yakni seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban
suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.
b. Pengelolan kelas yang bersifat
permisif, yakni pandangan ini menekankan bahwa tugas guru adalah memaksimalkan
perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk merasa
bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru
menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah.
c. Pengelolaan kelas yang
berdasarkan prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral
modification), yaitu seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku
siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak
diinginkan. Secara singkat, guru membantu siswa dalam mempelajari tingkah laku
yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang diambil dari teori penguatan
(reinforcement).
d. Pengelolaan kelas sebagai
proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Pandangan
ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara
maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan
interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk
terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci. Peranan guru
adalah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui
pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. Dengan demikian, pengelolaan
kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal
yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.
e. Pengelolaan kelas yang bertolak
dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group
process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran
berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan
kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap
kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual. Peranan
guru adalah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang
efektif. Dengan demikian, pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru
untuk menumbuhkan dan memertahankan organisasi kelas yang efektif.[3]
Disimpulkan bahwa pengelolaan
kelas adalah berbagai jenis kegiatan yang dengan sengaja dilakukan oleh guru
dengan tujuan menciptakan kondisi optimal bagi terjadinya proses belajar
mengajar di kelas. Pengelolaan kelas sangat berkaitan dengan upaya-upaya untuk
menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses
belajar (penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian
kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat
waktu, penetapan norma kelompok yang produktif, di dalamnya mencakup pengaturan
orang (peserta didik) dan fasilitas yang ada.
Dalam pengelolaan kelas terdapat
dua komponen yang sangat penting yaitu guru dan siswa. Guru dalam menjalankan
fungsinya tidak hanya bertindak sebagai penyampai materi pelajaran tetapi juga
dapat berfungsi selaku pengelola atau “manager” kelas. Siswa ditempatkan tidak
hanya sebagai obyek yang menjadi sasaran pembelajaran tetapi juga dapat
diposisikan sebagai subyek yang dinamis dan ikut dilibatkan dalam proses atau
kegiatan pengelolaan kelas.
2.
Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas menurut
Sudirman pada hakikatnya terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pengelolaan
kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang
disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja. Terciptanya suasana
sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual,
emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Sedangkan Suharsimi Arikunto
berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas
dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara
efektif dan efisian.[4]
Adapun tujuan secara umum dari pengelolaan kelas:
a. Agar pengajaran dapat dilakukan
secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien.
b. Untuk memberi kemudahan dalam
usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas,
guru mudah untuk melihat dan mengamati setiap kemajuan/perkembangan yang
dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.
c. Untuk memberi kemudahan dalam
mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan dikelas demi perbaikan
pengajaran pada masa mendatang.
Sedangkan tujuan pengelolaan kelas secara khusus dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Tujuan untuk siswa:
a) Mendorong siswa untuk
mengembangkan tanggungjawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan
untuk mengontrol diri sendiri.
b) Membantu siswa untuk mengetahui
tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran
guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
c) Membangkitkan rasa
tanggungjawab untuk melibatkan diri dalam tugas maupun pada kegiatan yang
diadakan.
2) Tujuan untuk guru:
a) Untuk mengembangkan pemahaman
dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang
tepat.
b) Untuk dapat menyadari akan
kebutuhan siswa dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas
kepada siswa.
c) Untuk mempelajari bagaimana
merespon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang mengganggu.
d) Untuk memiliki strategi
remedial yang lebih komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungan dengan
masalah tingkah laku siswa yang muncul didalam kelas.
Pengelolaan kelas dimaksudkan
untuk menciptakan kondisi di dalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas
yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya.
Kemudian, dengan pengelolaan kelas produknya harus sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai dan agar setiap anak dikelas dapat bekerja dengan tertib,
sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien serta
agar setiap guru mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai macam
pendekatan dengan menyesuaikan permasalahan yang ada, sehingga tercipta suasana
yang kondusif, efektif dan efisien.
3.
Prinsip – Prinsip Pengelolaan
Kelas
Menurut Djamarah dan Uzer Usman, prinsip pengelolaan kelas
itu mencakup hal-hal sebagai berikut;[5]
a. Hangat dan Antusias
Guru
harus menunjukkan sikap hangat dan antusias saat mengajar, apalagi ketika
berhubungan dengan siswa. Kehangantan dan keantusiasan siswa yang diperhatikan
oleh guru akan mendatangkan keberhasilan dalam mengimplementasikan pengelolaan
kelas.
b. Tantangan
Penggunaan
kata-kata, tindakan, atau cara belajar yang menantang akan meningkatkan gairah
siswa untuk belajar.
c. Bervariasi
Kemampuan
guru dalam menerapkan keterampilan mengadakan variasi dalam mengajar juga
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapain pengelolaan
kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d. Keluwesan
Guru
yang luwes dn tidak ragu dalam menerapkan strategi pembelajaran juga salah satu
prinsip pengelolaan pembelajaran yang baik.
e. Penekanan Pada Hal yang Positif
Penguatan
positif lebih diutamakan dari pada penguatan negetif.
f. Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir
dari pengelolaan kelas agar siswa dapat mengembangkan disiplin diri.
Thomas Gardon mengatakan bahwa hubungan guru dan siswa
dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat atau prinsip-pinsip
sebagai berikut :
1) Keterbukaan, sehingga baik guru
maupun siswa saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.
2) Tanggap bilamana seseorang tahu
bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3) Saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain.
4) Kebebasan, yang memperbolehkan
setiap orang tumbuh dan berkembang mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya
dan kepribadiannya.
5) Saling memenuhi kebutuhan,
sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.[6]
4.
Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya proses belajar
mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya
guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya
proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk
meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu
menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola
kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam
dan Decey mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai berikut:
a.
Guru Sebagai Demonstrator
Guru menjadi sosok yang ideal
bagi siswanya hal ini dibuktikan apabila ada orang tua yang memberikan argumen
yang berbeda dengan gurunya maka siswa tersebut akan menyalahkan argumen si
orangtua dan membenarkan seorang guru. Guru adalah acuan bagi peserta didiknya
oleh karena itu segala tingkah laku yang dilakukannya sebagian besar akan
ditiru oleh siswanya. Guru sebagai demonstrator dapat diasumsikan guru sebagai
tauladan bagi siswanya dan contoh bagi peserta didik.
b.
Guru Sebagai Evaluator
Evaluator atau menilai sangat
penting adalah rangkaian pembelajaran karena setiap pembelajaran pada akhirnya
adalah nilai yang dilihat baik kuantitatif maupun kualitatif. Rangkaian
evaluasi meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi. Tingkat pemikiran ada
beberapa tingkatan antara lain mengetahui, mengerti, mengaplikasikan, analisis,
sintesis (analisis dalam berbagai sudut), evaluasi.
Manfaat evaluasi bisa digunakan
sebagai umpan balik untuk siswa sehingga hasil nilai ini bukan hanya suatu
point saja melainkan menjadi solusi untuk mencari kelemahan di pembelajaran
yang sudah diajarkan. Hal -hal yang paling penting dalam melaksanakan evaluasi.
Harus dilakukan oleh semua aspek baik efektif, kognitif dan
psikomotorik. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan pola hasil
evaluasi dan proses evaluasi. Evalusi dilakuakan dengan berbagai proses
instrument harus terbuka.
c.
Guru Sebagai Pengelola Kelas
Manager mengelola kelas, tanpa
kemampuan ini maka performence dan karisma guru akan menurun, bahkan kegiatan
pembeajaran bisa kacau tanpa tujuan. Guru sebagai pengelola kelas, agar anak
didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa
belajar di dalamnya. Beberapa fungsi guru sebagai pengelola kelas: merancang
tujuan pembelajaran mengorganisasi beberapa sumber pembelajaran dan
memotivasi, mendorong, serta menstimulasi siswa. Ada 2 macam dalam memotivasi
belajar bisa dilakukan dengan hukuman atau dengan reaward. Mengawasi segala
sesuatu apakah berjalan dengan lancar apa belum dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran
d.
Guru Sebagai Fasilitator
Seorang guru harus dapat
menguasai benar materi yag akan diajarkan juga media yang akan digunakan bahkan
lingkungan sendiri juga termasuk sebagai sember belajar yang harus dipelajari
oleh seorang guru. Seorang siswa mempunyai beberapa kemampuan menyerap materi
berbeda-beda oleh karena itu pendidik harus pandai dalam merancang media untuk
membantu siswa agar mudah memahami pelajaran. Keterampilan untuk merancang
media pembelajaran adalah hal yang pokok yang harus dikuasai, sehingga
pelajaran yang akan diajarkan bisa dapat diserap dengan mudah oleh peserta
didik. Media pembelajaran di dalam kelas banyak macamnya misalkan torsu, chart
maket, LCD, OHP/OHT.[7]
e.
Guru Sebagai Motivator
Sebagai seorang siswa rasa lelah,
jenuh dan beberapa alasan lain bisa muncul setiap saat. Disinilah
unsur guru sangat penting dalam memberikan motivasi, mendorong dan memberikan
respon positif guna membangkitkan kembali semangat siswa yang mulai menurun.
Guru seolah sebagai alat pembangkit motivasi (motivator)
bagi peserta didiknya, yaitu :
1. Bersikap terbuka, artinya bahwa
seorang guru harus dapat mendorong siswanya agar berani mengungkapkan pendapat
dan menanggapinya dengan positif. Guru juga harus bisa menerima
segala kekurangan dan kelebihan tiap siswanya. Dalam batas
tertentu, guru berusaha memahami kemungkinan terdapatnya masalah pribadi dari
siswa, yakni dengan menunjukkan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi
siswa, dan menunjukkan sikap ramah serta penuh pengertian terhadap siswa.
2. Membantu siswa agar mampu
memahami dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya secara
optimal. Maksudnya bahwa dalam proses penemuan bakat
terkadang tidak secepat yang dibayangkan. Harus disesuaikan
dengan karakter bawaan setiap siswa. Bakat diibaratkan seperti
tanaman. Karena dalam mengembangkan bakat siswa
diperlukan “pupuk” layaknya tanaman yang harus dirawat dengan telaten, sabar
dan penuh perhatian. Dalam hal ini motivasi sangat dibutuhkan
untuk setiap siswa guna mengembangkan bakatnya tersebut sehingga dapat meraih
prestasi yang membanggakan. Ini berguna untuk membantu siswa agar
memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian dalam membuat keputusan.
3. Menciptakan hubungan yang
serasi dan penuh kegairahan dalam interaksi belajar mengajar di
kelas. Hal ini dapat ditunjukkan antara lain, menangani
perilaku siswa yang tidak diinginkan secara positif, menunjukkan kegairahan
dalam mengajar, murah senyum, mampu mengendalikan emosi, dan mampu bersifat
proporsional sehingga berbagai masalah pribadi dari guru itu sendiri dapat
didudukan pada tempatnya.
5.
Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
a. Keterampilan yang Berhubungan dengan
Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal ( Bersifat Preventif )
Preventif
adalah upaya secini mungkin yang dilakukan oleh guru untuk mencegah terjadinya
gangguan dalam pembelajaran. Keterampilan dalam hal ini berhungan dengan
kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta
aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan :
1) Sikap tanggap, perhatian,
keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di
kelas. Siswa merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka
perbuat. Kesan ini ditunjukkan dengan cara :
a) Memandang secara seksama,
bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan rasa
persahabatan
b) Gerak mendekati kelompok kecil
atau individu secara wajar menandakan kesiagaan, minat, dan perhatian guru
terhadap tugas serta aktivitas siswa
2)
Memberi perhatian mampu
menumbuhkan pengelolaan kelas yang efektif pada beberapa kegiatan yang
berlangsung pada waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dibedakan menjadi dua
:
a) Visual, mengalihkan pandangan
dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontakpandang terhadap
kelompok siswa atau individu
b) Verbal, guru dapat memberikan
komentar, penjelasan, pertanyaan dan sebagainyaterhadap aktivitas seorang siswa
sementara ia memimpin kegiatan siswa lain.
3)
Memusatkan perhatian kelompok
terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara :
Memberi tanda untuk menciptakan suasana tenang ketika akan memperkenalkan
objek, pertanyaan, atau topik. Juga menuntut tanggung jawab sisiwa.
4)
Memberikan petunjuk-petunjuk yang
jelas dan singkat dalam pelajaran.
5)
Menegur tingkah laku siswa yang
mengganggu kelas atau kelompok kelas secara verbal dengan cara : Tegas dan
jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta perbuatan menyimpang,
Menghindari peringatan yang kasar, menyakitkan atau penghinaan, Menghindari
ocehan atau ejekan, apalagi berkepanjangan.
b.
Keterampilan yang Berhubungan
dengan Pengembangan Kondisi Belajar yang Optimal ( Bersifat Refresif dan
Perubahan Tingkah Laku ).
Refresif adalah
kemampuan guru mencari atau menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan
masalah yang terjadi dalam lingkungan pembelajaran. Strategi untuk tindak
perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang terus-menerus menimbulkan gangguan
dan tidak mau terlibat dalam tugas di kelas, yaitu :
1.
Perubahan tingkah laku dengan
mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis yang didahului dengan
menganalisis tingkah laku siswa tersebut.
2.
Pendekatan pemecahan masalah
kelompok dengan cara : Memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan
kelompok.
3.
Menemukan dan memecahkan tingkah
laku yang menimbulkan masalah.
Terampil
dalam mengelola kelas dapat pula diterapkan guru dengan menggunakan prinsip :
a)
Kehangatan dan keantusiasan guru
b)
Tantangan pada penggunaan kata-kata,
tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk
belajar
c)
Bervariasi dalam penggunaan alat
atau media, gaya, dan interaksi
d)
Keluesan tingkah laku guru untuk
mengubah strategi mengajarnya
e)
Penekanan pada hal-hal yang
positif
f)
Penanaman disiplin diri.[8]
6.
Masalah dalam Pengelolaan Kelas
Dalam menangani tugasnya, guru
sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam kelasnya.
Permasalahan ini meliputi dua jenis yaitu yang menyangkut pengajaran dan
pengelolaan kelas. Guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan
menemukan pemecahannya secara tepat. Sering terjadi guru menangani masalah yang
bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya.
Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar
siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran
itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa
tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak
tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran,
sedangkan “diterima atau tidak diterima oleh kawan” adalah permasalahan
pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat
pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang
bersifat pengelolaan.
Untuk dapat menangani
masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
a. Mengenali secara tepat berbagai
jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok;
b. Memahami pendekatan mana yang
cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
c. Memilih dan menetapkan
pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.
Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas;
1)
Masalah Individual
Penggolongan masalah individual
ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada
pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk
memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan
rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku
menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu:
a)
Attention getting behaviors
(pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal
menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang
saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari
perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif
dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membuat
onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya, singkatnya, tukang
rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada
anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.
b)
Power seeking behaviors
(pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan
sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan
yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat,
tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak
patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang
amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali.
Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan
ketidakpatuhan.
c)
Revenge seeking behaviors
(pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas
mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya
mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara
fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau
pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak
seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain yang
baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini
biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut
balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang
yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka
menetang).
d) Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan
ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu
yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap
tantangan yang menghadangnya, bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada
dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan
tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau
mengucilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk
pasif.
Keempat masalah individual
tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang,
yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan
orang lain atau kelompok.
2)
Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan
pengelolaan kelas:
a) Kurangnya kekompakan
Kurangnya
kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurangcocokkan (konflik) diantara
para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis
kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini.
Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak
sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa
di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga
mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Siswa tidak saling
bantu membantu.
b) Kekurangmampuan mengikuti
peraturan kelompok
Jika suasana
kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan kelas yang telah
ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurangmampuan mengikuti
peraturan kelompok. Contoh masalah ini adalah berisik, bertingkah laku
mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang, berbicara
keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang
bekerja di tempat duduknya masing-masing, dorong-mendorong atau menyela waktu
antri di kantin.
c) Reaksi negatif terhadap sesama
anggota kelompok
Reaksi negatif
terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang
dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu,
anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok
yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini
kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d) Penerimaan kelas (kelompok)
atas tingkah laku yang menyimpang.
Penerimaan
kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu
mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku
menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh umum adalah perbuatan
memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar yang “lucu” tentang
guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah
berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e) Kegiatan anggota atau kelompok
yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan
kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
Masalah
kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran
kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal
yang sebenarnya tidak berarti bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk
mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi adalah
para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil.
Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan
kekhawatiran.
f) Ketiadaan semangat, tidak mau
bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
Masalah
kelompok yang paling rumit adalah apabila kelompok itu melakukan protes dan
tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun
terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas,
kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di
rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan
lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya
protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan
penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi
g) Ketidakmampuan menyesuaikan
diri terhadap perubahan lingkungan
Ketidakmampuan
menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi
secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian
keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok,
perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu
terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu
ketegangan tertentu, mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai
ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi adalah
tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal
biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.
7.
Bentuk Pendekatan dalam
pengelolaan kelas
Manajemen kelas bukanlah masalah
yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak
didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk
meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual.
Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa
tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung
dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.[9]
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian
berikut:
a.
Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan
sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru
disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas.
Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya.
Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas.
Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.
b.
Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau
intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk
mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak
didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran,
dan memaksa.
c.
Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan secara
suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan
sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal
mungkin kebebasan anak didik.
d.
Pendekatan Resep
Pendekatan resep (cook book) ini
dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus
dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau
situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap
apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk
seperti yang tertulis dalam resep.
e.
Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas
suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah
munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila
tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam
mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang
baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang
baik.
f.
Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Sesuai dengan namanya,
pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku
anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang
baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan
perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut
pandangan psikologi behavioral.
Program atau kegiatan yang yang
mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan
menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari
tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut
pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan
memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya,
tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi
atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya
tingkah laku tersebut akan dihindari
g.
Pendekatan Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan
tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang
di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta
hubungan antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan
hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas
yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk
terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap
ngayomi atau sikap melindungi.
h.
Pendekatan Kerja Kelompok
Dalam pendekatan in, peran guru
adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan
proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi
yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru
harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi
kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi
konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.
i.
Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic
approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali
atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi
yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin
dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan
dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan
pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam
pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan
suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan
efisien. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai
dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas
disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar
berjalan secara efektif dan efisien.
j.
Pendekatan Multikutural
Pendekatan
Multikultural sendiri berangkat dari suatu keadaan yang baru, yaitu keberadaan
dua atau lebih kebudayaan yang berbeda yang hidup berdampingan. Awalan kata
«multi» pada kata multikultural merujuk pada pengertian «banyak» atau «berbagai
macam», sehingga menurut asal katanya, Pendekatan Multikultural adalah sebuah
pendekatan yang mengakui keberagaman budaya yang ada.
Meskipun
merupakan suatu pendekatan yang mengakui keberagaman budaya yang ada, namun
Pendekatan Multikultural tidak memungkinkan untuk menyelesaikan permasalahan
yang terjadi diantara satu grup dengan grup lainnya yang berbeda budaya,
ataupun permasalahan perdamaian dalam kehidupan sosial. Pendekatan
Multikultural belum bisa menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam suatu
komunikasi antarbudaya, karena di dalam komunikasi tersebut tidak cukup hanya
mengakui keberagaman budaya. Tidak cukup hanya dengan melihat keberagaman suatu
budaya, kemudian kita mencoba untuk mempelajarinya. Di dalam komunikasi
antarbudaya, kemampuan berbahasa tidaklah cukup, karena di dalam suatu
komunikasi, kemampuan berbahasa hanyalah salah satu faktor penunjang terjadinya
komunikasi. Selain itu komunikasi juga bukanlah sesuatu yang bersifat linear,
karena bentuknya selalu berubah-ubah, dan kita tidak dapat memprediksikan
jalannya suatu komunikasi, terutama komunikasi dengan orang yang berasal dari
kebudayaan yang berbeda.
Pendekatan
Multikultural, yang menyatukan kelompok-kelompok dari berbagai macam budaya,
meskipun bertujuan memperkenalkan perbedaan dari masing-masing budaya, namun
tidak dapat menyelesaikan permasalah yang terjadi di dalam komunikasi
antarbudaya. Karena perbedaan yang mendasar terdapat di dalam setiap individu,
dan kita tidak bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menyamaratakan
karakter tiap individu dengan kelompoknya. Sehingga, pendekatan ini dianggap
belum bisa memecahkan masalah yang ada diantara pelaku komunikasi antarbudaya.
k.
Pendekatan Interkultural
Pendekatan
Antarbudaya atau Pendekatan Interkultural adalah sebuah solusi yang tepat dalam
memecahkan permasalahan di dalam komunikasi antarbudaya, karena melalui
pendekatan tersebut, manusia dapat menghindari penggeneralisasian dan stereotip
terhadap orang asing. Penggunaan Pendekatan Antarbudaya sudah lama
dianjurkan oleh Dewan Tinggi Eropa sejak tahun 1970 sebagai prioritas dalam
sistem edukasi, dan sudah dipraktekkan di sekolah- sekolah Eropa mulai tahun
1990. Pada awal kemunculannya, pendekatan antarbudaya digunakan untuk memahami
antarbudaya kaum imigran.
Dalam
pendekatan antarbudaya, komunikasi melibatkan hubungan interaksi antara
sekelompok orang, individu, dan identitas yang dibawa oleh mereka. Tidak
seperti pendekatan multibudaya atau multikultural, yang hanya mengakui adanya
keberagaman, Pendekatan Antarbudaya lebih mengedepankan pertemuan antarbudaya
untuk dapat menempatkan individu sebagai pribadi yang unik, bukan
membandingkannya dengan melihat suku atau rasnya.
Didalam
pertemuan antarbudaya, sering terjadi kesalahpahaman yang disebabkan oleh
stereotip terhadap orang asing. Oleh karena itu, terdapat beberapa cara
yang dikenalkan pada pendekatan interkultural dalam menghadapi pertemuan
antarbudaya, yaitu memandang orang lain sebagai individu yang unik, dengan
menghilangkan konsep ethnocentris, asal usul suku atau ras sebelum melakukan
komunikasi. Kemudian, mengembangkan rasa empati terhadap orang asing, memahami
budayanya, dan jangan menggeneralisasikannya. Dan, menghilangkan stereotip dan
prasangka buruk terhadap orang asing, sebagai cara untuk memahaminya. Jadi,
melalui cara-cara tersebut, pendekatan antarbudaya lebih memfokuskan pada
pertemuan antarbudaya sebagai cara untuk memahami keberagaman dan perbedaan,
bukan hanya mempelajari budayanya (Martine Abdallah- Pretceille).
8.
Penataan Kelas dan Pengaturan
Siswa
Meneciptakan suasana belajar yang
menggairahkan perlu memeperhatikan peraturan/penataan ruang
kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan belajar hendaknya
memungkinkan anak didik duduk berkelompok dan memudahkan anak didik
bergerak secara leluasa. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam penataan kelas
adalah:
a.
Ukuran dan bentuk kelas
b.
Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik
c.
Jumlah anak didik dalam kelas
d.
Jumlah anak didik dalam setiap kelompok
e.
Jumlah kelompok dalam kelas
Komposisi anak didik dalam
kelompok (seperti anak didik pandai dengan anak didik kurang pandai, pria
dengan wanita). Kemudian hal – hal yang harus diperhatikan didalam pengaturan
siswa antara lain;
1)
Jenis kelamin
2)
Siswa yang cerdas atau bodoh
3)
Siswa memiliki tubuh tinggi atau rendah
4)
Siswa yang suka menggangu teman
5)
Siswa yang pendiam atau peribut
6)
Siswa yang memiliki kelaina penglihatan atau pendengaran
7)
Siswa yang suka berbicara atau membuat keributan[10]
9.
Pengelolaan Kelas yang Efektif
a. Kelas adalah kelompok kerja
yang diorganissikan untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan
diarahkan oleh guru.
b. Guru adalah tutor (pembimbing)
bagi semua siswa bukan individu
c. Kelompok memiliki perilaku
sendiri yang berbeda dengan perilaku masing-masing individu dalam kelompok.
d. Kelompok menyisipkan
pengaruhnya kepada anggota-anggotanya.
e. Praktik guru cenderung terpusat
pada hubungan guru dan siswa.
Keharmonisan hubungan guru dengan
siswa memiliki efek terhadap pengelolaan kelas. Begitu pula dengan perhatian
guru dengan siswa, keterbukaan, selalu tanggap terhadap keluhan siswa, selalu
bersedia mendengar saran dan kritik dari iswa, dan sebagainya merupakan cara
untuk menghadirkan pengelolaan kelas yang efektif.[11]
C.
Kesimpulan
Pengertian pengelolaan kelas
adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan
pengajaran. Kesimpulan sederhananya adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan
pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Tujuan Pengelolaan Kelas adalah
menyediakan fasilitas bagi bermacam macam kegiatan belajar siswa dalam
lingkungan sosial, emosional, dalam intelektual dalam kelas.
Peran guru dalam strategi pengelolaan kelas adalah : Guru sebagai
Demostrator, guru sebagai Evaluator, Guru sebagai Pengelola Kelas, Guru sebagai
Fasilitator. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas adalah Hangat dan
Antusias, Tantangan, Bervariasi, Keluesan, Penekanan pada hal-hal yang positif,
Penanaman disiplin diri.
Pendekatan – pendekatan dalam
pengelolaan kelas terdiri dari : Pendekatan
kekuasan, Pendekatan Ancaman, Pendekatan kebebasan, Pendekatan Resep,
Pendekatan Pengajaran, Pendekatan Perubahan Tingkah laku, Pendekatan sosio
Emosional, Pendekatan Kerja kelompok, Pendekatan Elektis atau pluralistik. Dalam
pengaturan ruang belajar, hal-hal yang diperhatikan adalah : Ukuran dan bentuk
kelas, Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik, Jumlah anak didik dalam
kelas, Jumlah anak didik dalam setiap kelompok, Jumlah kelompok dalam kelas.
Masalah Dalam Pengelolaan Kelas
adalah: Kurang kesatuan, Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok,
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, Kelas mentolerasi
kekeliruan-kekeliruan temannya, Mudah mereaksi negatif atau terganggu misalnya
didatangi monitor, Moral rendah, permusuhan, Tidak mampu menyesuaikan dengan
lingkungan yang berubah.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, Palembang:
NoerFikri, 2015.
Bahri,Syaiful,Djamarah,Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif,
Jakarta : Rineka Cipta,2002.
Sholehah,Tutut,
Strategi Pembelajaran yang Efektif, Jakarta : Citra Grafika Desian,
2008.
Usman,
Uzer, Menjadi Guru Profesional
Cetakan XIII, Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2001.
http://jaririndu.blogspot.com/2012/09/makalah-pengelolaan-kelas.html
di Akses pada 16-03-2013 (21:28)
[1] Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional Cetakan XIII,
(Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2001), hal 175
[2] http://jaririndu.blogspot.com/2012/09/makalah-pengelolaan-kelas.html di Akses pada 16-03-2013
(21:28)
[3]
Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, hal 135
[4] Syaiful Bahri Djamarah,Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif,
(Jakarta : Rineka Cipta,2002), hal178
[5] Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 176-177
[6] Tutut Sholehah, Strategi
Pembelajaran yang Efektif, (Jakarta : Citra Grafika Desian, 2008), hal 29
[8] Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 178-180
[9] Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional Cetakan XIII, (Bandung : Remaja
Rosdakaarya, 2001), hal 180
[11]Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 186-187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar