Rabu, 17 Juni 2015

Makalah Pengelolaan Kelas



Makalah Pengelolaan Kelas

A.      Pendahuluan
Sekolah adalah tempat belajar bagi siswa, dan tugas guru adalah sebagian besar terjadi dalam kelas adalah membelajarkan siswa dengan menyediakan kondisi belajar yang optimal. Kondisi belajar yang optimal dicapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikanya dalam situasi yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pelajaran.
Kegiatan guru di dalam kelas meliputi dua hal pokok, yaitu mengajar dan mengelola kelas. Kegiatan mengajar dimaksudkan secara langsung menggiatkan siswa mencapai tujuan seperti menelaah kebutuhan siswa, menyusun rencana pelajaran, menyajikan bahan pelajaran kepada siswa, mengajukan pertanyaan kepada siswa, menilai kemajuan siswa adalah contoh-contoh kegiatan mengajar. Kegiatan mengelola kelas bermaksud menciptakan dan mempertahankan suasana (kondisi) kelas agar kegiatan mengajar itu dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Memberi ganjaran dengan segera, mengembangkan hubungan yang baik antara guru dan siswa, mengembangkan aturan permainan dalam kegiatan kelompok adalah contoh-contoh kegiatan mengelola kelas.
Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting.
Pengelolaan kelas menjadi tugas dan tanggung jawab guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada dalam kelas demi kelangsungan proses pembelajaran. Hal ini berarti setiap guru dituntut secara profesional mengelola kelas sehingga terciptanya suasana kelas yang kondusif guna menunjang proses pembelajaran yang optimal menuntut kemampuan guru untuk mengetahui, memahami, memilih, dan menerapkan pendekatan yang dinilai efektif menciptakan suasana kelas yang kondusif. Dalam makalah ini akan dibahas tentang bagaimana pengelolaan kelas?


B.       Pengelolaan Kelas
1.        Pengertian Pengelolaan Kelas
Kata manajemen berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata manus yang berarti tangan dan agree berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja manager yang artinya menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dalam bentuk kata kerja to manage, dengan kata benda management, dan manager untuk melakukan kegiatan manajemen. Akhirnya, management diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan. Suharsimi mengatakan bahwa manajemen atau pengelolaan adalah pengadministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan.[1]
Secara umum, manajemen adalah  suatu kegiatan untuk menciptakan dan memertahankan kondisi yang optimal  bagi terjadinya proses belajar  di dalamnya mencakup pengaturan siswa dan fasilitas, yang dikerjakan  mulai terjadinya kegiatan pembelajaran di dalam kelas sampai berakhirnya pembelajaran di dalam kelas. Sedangkan pengertian  umum mengenai kelas, yaitu sekelompok siswa pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dari guru yang sama pula.
Sementara itu, menurut Oemar Hamalik (1987:31) menjelaskan “kelas adalah suatu kelompok orang yang melakukan kegiatan belajar bersama yang mendapat pengajaran dari guru”. Sedangkan menurut Ahmad (1995:1) “kelas adalah ruangan belajar atau rombongan belajar”. Sulaeman (2009) mengartikan bahwa kelas dalam arti umum menunjukkan kepada pengertian sekelompok siswa yang ada pada waktu yang sama menerima pelajaran yang sama dan dari guru yang sama pula. Kelas dalam arti luas merupakan bagian dari masyarakat kecil yang sebagian adalah suatu masyarakat sekolah yang sebagian suatu kesatuan di organisasi menjadi unit kerja secara dinamis menyelenggarakan kegiatan-kegiatan.
Definisi pengelolaan kelas atau pengelolaan kelas yang dipetik dari informasi Pendidikan Nasional bahwa ada lima definisi pengelolaan kelas sebagaimana berikut ini.[2]
a.       kelas yang bersifat otoritatif, yakni seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.
b.      Pengelolan kelas yang bersifat permisif, yakni pandangan ini menekankan bahwa tugas guru adalah memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk merasa bebas melakukan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah.
c.       Pengelolaan  kelas  yang berdasarkan  prinsip-prinsip pengubahan tingkah laku (behavioral modification), yaitu seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laku siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laku yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru membantu siswa dalam mempelajari tingkah laku yang tepat melalui penerapan prinsip-prinsip yang diambil dari teori penguatan (reinforcement).
d.      Pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan belajar akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk terciptanya suasana seperti ini guru memegang peranan kunci. Peranan  guru adalah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang positif melalui pertumbuhan hubungan interpersonal yang sehat. Dengan demikian, pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.
e.       Pengelolaan kelas yang bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai pengaruh yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun belajar dianggap sebagai proses individual. Peranan guru adalah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang efektif. Dengan demikian, pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan organisasi kelas yang efektif.[3]
Disimpulkan bahwa pengelolaan kelas adalah berbagai jenis kegiatan yang dengan sengaja dilakukan oleh guru dengan tujuan menciptakan kondisi optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar di kelas. Pengelolaan kelas sangat berkaitan dengan upaya-upaya untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar (penghentian perilaku peserta didik yang menyelewengkan perhatian kelas, pemberian ganjaran, penyelesaian tugas oleh peserta didik secara tepat waktu, penetapan norma kelompok yang produktif, di dalamnya mencakup pengaturan orang (peserta didik) dan fasilitas yang ada.
Dalam pengelolaan kelas terdapat dua komponen yang sangat penting yaitu guru dan siswa. Guru dalam menjalankan fungsinya tidak hanya bertindak sebagai penyampai materi pelajaran tetapi juga dapat berfungsi selaku pengelola atau “manager” kelas. Siswa ditempatkan tidak hanya sebagai obyek yang menjadi sasaran pembelajaran tetapi juga dapat diposisikan sebagai subyek yang dinamis dan ikut dilibatkan dalam proses atau kegiatan pengelolaan kelas.

2.        Tujuan Pengelolaan Kelas
Tujuan pengelolaan kelas menurut Sudirman pada hakikatnya terkandung dalam tujuan pendidikan. Tujuan pengelolaan kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja. Terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. Sedangkan Suharsimi Arikunto berpendapat bahwa tujuan pengelolaan kelas adalah agar setiap anak di kelas dapat bekerja dengan tertib sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisian.[4]
Adapun tujuan secara umum dari pengelolaan kelas:
a.       Agar pengajaran dapat dilakukan secara maksimal, sehingga tujuan pengajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.
b.      Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas, guru mudah untuk melihat dan mengamati setiap kemajuan/perkembangan yang dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.
c.       Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan dikelas demi perbaikan pengajaran pada masa mendatang.
Sedangkan tujuan pengelolaan kelas secara khusus dibagi menjadi dua yaitu:
1)      Tujuan untuk siswa:
a)      Mendorong siswa untuk mengembangkan tanggungjawab individu terhadap tingkah lakunya dan kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
b)      Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan kemarahan.
c)      Membangkitkan rasa tanggungjawab untuk melibatkan diri dalam tugas maupun pada kegiatan yang diadakan.
2)      Tujuan untuk guru:
a)      Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan kecepatan yang tepat.
b)      Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa dan memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara jelas kepada siswa.
c)      Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif terhadap tingkah laku siswa yang mengganggu.
d)     Untuk memiliki strategi remedial yang lebih komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungan dengan masalah tingkah laku siswa yang muncul didalam kelas.

Pengelolaan kelas dimaksudkan untuk menciptakan kondisi di dalam kelompok kelas yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat sesuai dengan kemampuannya. Kemudian, dengan pengelolaan kelas produknya harus sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai dan agar setiap anak dikelas dapat bekerja dengan tertib, sehingga segera tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efisien serta agar setiap guru mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai macam pendekatan dengan menyesuaikan permasalahan yang ada, sehingga tercipta suasana yang kondusif, efektif dan efisien.

3.        Prinsip – Prinsip Pengelolaan Kelas
Menurut Djamarah dan Uzer Usman, prinsip pengelolaan kelas itu mencakup hal-hal sebagai berikut;[5]
a.       Hangat dan Antusias
Guru harus menunjukkan sikap hangat dan antusias saat mengajar, apalagi ketika berhubungan dengan siswa. Kehangantan dan keantusiasan siswa yang diperhatikan oleh guru akan mendatangkan keberhasilan dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
b.      Tantangan
Penggunaan kata-kata, tindakan, atau cara belajar yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk  belajar.
c.       Bervariasi
Kemampuan guru dalam menerapkan keterampilan mengadakan variasi dalam mengajar juga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapain pengelolaan kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.
d.      Keluwesan
Guru yang luwes dn tidak ragu dalam menerapkan strategi pembelajaran juga salah satu prinsip pengelolaan pembelajaran yang baik.
e.       Penekanan Pada Hal yang Positif
Penguatan positif lebih diutamakan dari pada penguatan negetif.
f.       Penanaman Disiplin Diri
Tujuan akhir dari pengelolaan kelas agar siswa dapat mengembangkan disiplin diri.
Thomas Gardon mengatakan bahwa hubungan guru dan siswa dikatakan baik apabila hubungan itu memiliki sifat-sifat atau prinsip-pinsip sebagai berikut :
1)      Keterbukaan, sehingga baik guru maupun siswa saling bersikap jujur dan membuka diri satu sama lain.
2)      Tanggap bilamana seseorang tahu bahwa dia dinilai oleh orang lain.
3)      Saling ketergantungan antara satu dengan yang lain.
4)      Kebebasan, yang memperbolehkan setiap orang tumbuh dan berkembang mengembangkan keunikannya, kreatifitasnya dan kepribadiannya.
5)      Saling memenuhi kebutuhan, sehingga tidak ada kebutuhan satu orang pun yang tidak terpenuhi.[6]

4.        Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas
Pada dasarnya proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan, di antaranya guru merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan berhasilnya proses belajar mengajar di dalam kelas. Oleh karena itu guru dituntut untuk meningkatkan peran dan kompetensinya, guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat yang optimal. Adam dan Decey mengemukakan peranan guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:

a.         Guru Sebagai Demonstrator
Guru menjadi sosok yang ideal bagi siswanya hal ini dibuktikan apabila ada orang tua yang memberikan argumen yang berbeda dengan gurunya maka siswa tersebut akan menyalahkan argumen si orangtua dan membenarkan seorang guru. Guru adalah acuan bagi peserta didiknya oleh karena itu segala tingkah laku yang dilakukannya sebagian besar akan ditiru oleh siswanya. Guru sebagai demonstrator dapat diasumsikan guru sebagai tauladan bagi siswanya dan contoh bagi peserta didik.

b.        Guru Sebagai Evaluator
Evaluator atau menilai sangat penting adalah rangkaian pembelajaran karena setiap pembelajaran pada akhirnya adalah nilai yang dilihat baik kuantitatif maupun kualitatif. Rangkaian evaluasi meliputi persiapan, pelaksanaan, evaluasi. Tingkat pemikiran ada beberapa tingkatan antara lain mengetahui, mengerti, mengaplikasikan, analisis, sintesis (analisis dalam berbagai sudut), evaluasi.
Manfaat evaluasi bisa digunakan sebagai umpan balik untuk siswa sehingga hasil nilai ini bukan hanya suatu point saja melainkan menjadi solusi untuk mencari kelemahan di pembelajaran yang sudah diajarkan. Hal -hal yang paling penting dalam melaksanakan evaluasi. Harus dilakukan oleh semua aspek baik efektif, kognitif dan psikomotorik. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan pola hasil evaluasi dan proses evaluasi. Evalusi dilakuakan dengan berbagai proses instrument harus terbuka.

c.         Guru Sebagai Pengelola Kelas
Manager mengelola kelas, tanpa kemampuan ini maka performence dan karisma guru akan menurun, bahkan kegiatan pembeajaran bisa kacau tanpa tujuan. Guru sebagai pengelola kelas, agar anak didik betah tinggal di kelas dengan motivasi yang tinggi untuk senantiasa belajar di dalamnya. Beberapa fungsi guru sebagai pengelola kelas: merancang tujuan pembelajaran mengorganisasi beberapa sumber pembelajaran  dan memotivasi, mendorong, serta menstimulasi siswa. Ada 2 macam dalam memotivasi belajar bisa dilakukan dengan hukuman atau dengan reaward. Mengawasi segala sesuatu apakah berjalan dengan lancar apa belum dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran

d.        Guru Sebagai Fasilitator 
Seorang guru harus dapat menguasai benar materi yag akan diajarkan juga media yang akan digunakan bahkan lingkungan sendiri juga termasuk sebagai sember belajar yang harus dipelajari oleh seorang guru. Seorang siswa mempunyai beberapa kemampuan menyerap materi berbeda-beda oleh karena itu pendidik harus pandai dalam merancang media untuk membantu siswa agar mudah memahami pelajaran. Keterampilan untuk merancang media pembelajaran adalah hal yang pokok yang harus dikuasai, sehingga pelajaran yang akan diajarkan bisa dapat diserap dengan mudah oleh peserta didik. Media pembelajaran di dalam kelas banyak macamnya misalkan torsu, chart maket, LCD, OHP/OHT.[7]

e.         Guru Sebagai Motivator
Sebagai seorang siswa rasa lelah, jenuh dan beberapa alasan lain bisa muncul setiap saat.    Disinilah unsur guru sangat penting dalam memberikan motivasi, mendorong dan memberikan respon positif guna membangkitkan kembali semangat siswa yang mulai menurun.    Guru seolah sebagai alat pembangkit motivasi (motivator) bagi peserta didiknya, yaitu :
1.      Bersikap terbuka, artinya bahwa seorang guru harus dapat mendorong siswanya agar berani mengungkapkan pendapat dan menanggapinya dengan positif.    Guru juga harus bisa menerima segala kekurangan dan kelebihan tiap siswanya.    Dalam batas tertentu, guru berusaha memahami kemungkinan terdapatnya masalah pribadi dari siswa, yakni dengan menunjukkan perhatian terhadap permasalahan yang dihadapi siswa, dan menunjukkan sikap ramah serta penuh pengertian terhadap siswa.
2.      Membantu siswa agar mampu memahami dan memanfaatkan potensi yang ada pada dirinya secara optimal.    Maksudnya bahwa dalam proses penemuan bakat terkadang tidak secepat yang dibayangkan.    Harus disesuaikan dengan karakter bawaan setiap siswa. Bakat diibaratkan seperti tanaman.     Karena dalam mengembangkan bakat siswa diperlukan “pupuk” layaknya tanaman yang harus dirawat dengan telaten, sabar dan penuh perhatian.    Dalam hal ini motivasi sangat dibutuhkan untuk setiap siswa guna mengembangkan bakatnya tersebut sehingga dapat meraih prestasi yang membanggakan.    Ini berguna untuk membantu siswa agar memiliki rasa percaya diri dan memiliki keberanian dalam membuat keputusan.
3.      Menciptakan hubungan yang serasi dan penuh kegairahan dalam interaksi belajar mengajar di kelas.     Hal ini dapat ditunjukkan antara lain, menangani perilaku siswa yang tidak diinginkan secara positif, menunjukkan kegairahan dalam mengajar, murah senyum, mampu mengendalikan emosi, dan mampu bersifat proporsional sehingga berbagai masalah pribadi dari guru itu sendiri dapat didudukan pada tempatnya.



5.        Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
a.       Keterampilan yang Berhubungan dengan Penciptaan dan Pemeliharaan Kondisi Belajar yang Optimal ( Bersifat Preventif )
Preventif adalah upaya secini mungkin yang dilakukan oleh guru untuk mencegah terjadinya gangguan dalam pembelajaran. Keterampilan dalam hal ini berhungan dengan kompetensi guru dalam mengambil inisiatif dan mengendalikan pelajaran serta aktivitas yang berkaitan dengan keterampilan :
1)      Sikap tanggap, perhatian, keterlibatan, ketidakacuhan, dan ketidakterlibatan siswa dalam tugas-tugas di kelas. Siswa merasa bahwa guru hadir bersama mereka dan tahu apa yang mereka perbuat. Kesan ini ditunjukkan dengan cara :
a)      Memandang secara seksama, bercakap-cakap, bekerja sama, dan menunjukkan     rasa persahabatan
b)      Gerak mendekati kelompok kecil atau individu secara wajar menandakan kesiagaan, minat, dan perhatian guru terhadap tugas serta aktivitas siswa
2)      Memberi perhatian mampu menumbuhkan pengelolaan kelas yang efektif pada beberapa kegiatan yang berlangsung pada waktu yang sama. Membagi perhatian dapat dibedakan menjadi dua :
a)      Visual, mengalihkan pandangan dari satu kegiatan kepada kegiatan yang lain dengan kontakpandang terhadap kelompok siswa atau individu
b)      Verbal, guru dapat memberikan komentar, penjelasan, pertanyaan dan sebagainyaterhadap aktivitas seorang siswa sementara ia memimpin kegiatan siswa lain.
3)      Memusatkan perhatian kelompok terhadap tugas-tugas yang dilakukan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara : Memberi tanda untuk menciptakan suasana tenang ketika akan memperkenalkan objek, pertanyaan, atau topik. Juga menuntut tanggung jawab sisiwa.
4)      Memberikan petunjuk-petunjuk yang jelas dan singkat dalam pelajaran.
5)      Menegur tingkah laku siswa yang mengganggu kelas atau kelompok kelas secara verbal dengan cara : Tegas dan jelas tertuju kepada siswa yang mengganggu serta perbuatan menyimpang, Menghindari peringatan yang kasar, menyakitkan atau penghinaan, Menghindari ocehan atau ejekan, apalagi berkepanjangan.
b.      Keterampilan yang Berhubungan dengan Pengembangan Kondisi Belajar yang Optimal ( Bersifat Refresif dan Perubahan Tingkah Laku ).
Refresif adalah kemampuan guru mencari atau menemukan solusi yang tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam lingkungan pembelajaran. Strategi untuk tindak perbaikan terhadap tingkah laku siswa yang terus-menerus menimbulkan gangguan dan tidak mau terlibat dalam tugas di kelas, yaitu :
1.      Perubahan tingkah laku dengan mengaplikasikan pemberian penguatan secara sistematis yang didahului dengan menganalisis tingkah laku siswa tersebut.
2.      Pendekatan pemecahan masalah kelompok dengan cara : Memperlancar tugas-tugas dan memelihara kegiatan kelompok.
3.      Menemukan dan memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah.
Terampil dalam mengelola kelas dapat pula diterapkan guru dengan menggunakan prinsip :
a)      Kehangatan dan keantusiasan guru
b)      Tantangan pada penggunaan kata-kata, tindakan, atau bahan yang menantang akan meningkatkan gairah siswa untuk belajar
c)      Bervariasi dalam penggunaan alat atau media, gaya, dan interaksi
d)     Keluesan tingkah laku guru untuk mengubah strategi mengajarnya
e)      Penekanan pada hal-hal yang positif
f)       Penanaman disiplin diri.[8]

6.        Masalah dalam Pengelolaan Kelas
Dalam menangani tugasnya, guru sering menghadapi permasalahan dengan kegiatan-kegiatan di dalam kelasnya. Permasalahan ini meliputi dua jenis yaitu yang menyangkut pengajaran dan pengelolaan kelas. Guru harus mampu membedakan kedua permasalahan itu dan menemukan pemecahannya secara tepat. Sering terjadi guru menangani masalah yang bersifat pengajaran dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan dan sebaliknya. Misalnya, seorang guru berusaha membuat penyajian pelajaran lebih menarik agar siswa yang sering tidak masuk menjadi lebih tertarik untuk menghadiri pelajaran itu, padahal siswa tersebut tidak senang berada di kelas itu karena dia merasa tidak diterima oleh kawan-kawannya. Pemecahan seperti ini tentu saja tidak tepat. “Membuat pelajaran lebih menarik” adalah permasalahan pengajaran, sedangkan “diterima atau tidak diterima oleh kawan” adalah permasalahan pengelolaan. Masalah pengajaran harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengajaran dan masalah pengelolaan harus ditangani dengan pemecahan yang bersifat pengelolaan.
Untuk dapat menangani masalah-masalah pengelolaan kelas secara efektif guru harus mampu:
a.       Mengenali secara tepat berbagai jenis masalah pengelolaan kelas baik yang bersifat perorangan maupun kelompok;
b.      Memahami pendekatan mana yang cocok dan tidak cocok untuk jenis masalah tertentu.
c.       Memilih dan menetapkan pendekatan yang paling tepat untuk memecahkan masalah yang dimaksud.

Ada dua jenis masalah pengelolaan kelas;
1)        Masalah Individual
Penggolongan masalah individual ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu:


a)        Attention getting behaviors (pola perilaku mencari perhatian).
Seorang siswa yang gagal menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membuat onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya, singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain.

b)        Power seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan kekuatan/kekuasaan)
Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan.

c)        Revenge seeking behaviors (pola perilaku menunjukkan balas dendam).
Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang).

d)       Helplessness (peragaan ketidakmampuan).
Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya,  bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau mengucilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif.
Keempat masalah individual tersebut akan tampak dalam berbagai bentuk tindakan atau perilaku menyimpang, yang tidak hanya akan merugikan dirinya sendiri tetapi juga dapat merugikan orang lain atau kelompok.
2)        Masalah Kelompok
Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas:
a)      Kurangnya kekompakan
Kurangnya kekompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurangcocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Siswa tidak saling bantu membantu.
b)      Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok
Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh masalah ini adalah berisik, bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang, berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing, dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kantin.
c)      Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok
Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok.
d)     Penerimaan kelas (kelompok) atas tingkah laku yang menyimpang.
Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh umum adalah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian.
e)      Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja.
Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal yang sebenarnya tidak berarti bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi adalah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran.
f)       Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes.
Masalah kelompok yang paling rumit adalah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi
g)      Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap lingkungan terjadi apabila kelompok (kelas) mereaksi secara tidak wajar terhadap peraturan baru atau perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan peraturan, pengertian keanggotaan kelompok, perubahan jadwal kegiatan, pergantian guru dan lain-lain. Apabila hal itu terjadi sebenarnya para siswa (anggota kelompok) sedang mereaksi terhadap suatu ketegangan tertentu, mereka menganggap perubahan yang terjadi itu sebagai ancaman terhadap keutuhan kelompok. Contoh yang paling sering terjadi adalah tingkah laku yang tidak sedap pada siswa terhadap guru pengganti, padahal biasanya kelas itu adalah kelas yang baik.

7.        Bentuk Pendekatan dalam pengelolaan kelas
Manajemen kelas bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi terkait dengan berbagai faktor. Permasalahan anak didik adalah faktor utama yang dilakukan guru tidak lain adalah untuk meningkatkan kegairahan siswa baik secara berkelompok maupun secara individual. Keharmonisan hubungan guru dan anak didik, tingginya kerjasama diantara siswa tersimpul dalam bentuk interaksi. Lahirnya interaksi yang optimal bergantung dari pendekatan yang guru lakukan dalam rangka pengelolaan kelas.[9]
Berbagai pendekatan tersebut adalah seperti dalam uraian berikut:
a.         Pendekatan Kekuasaan
Pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Peranan guru disini adalah menciptakan dan mempertahankan situasi disiplin dalam kelas. Kedisiplinan adalah kekuatan yang menuntut kepada anak didik untuk mentaatinya. Di dalamnya ada kekuasaan dan norma yang mengikat untuk ditaati anggota kelas. Melalui kekuasaan dalam bentuk norma itu guru mendekatinya.

b.        Pendekatan Ancaman
Dari pendekatan ancaman atau intimidasi ini, pengelolaan kelas adalah juga sebagai suatu proses untuk mengontrol tingkah laku anak didik. Tetapi dalam mengontrol tingkah laku anak didik dilakukan dengan cara memberi ancaman, misalnya melarang, ejekan, sindiran, dan memaksa.

c.         Pendekatan Kebebasan
Pengelolaan diartikan secara suatu proses untuk membantu anak didik agar merasa bebas untuk mengerjakan sesuatu kapan saja dan dimana saja. Peranan guru adalah mengusahakan semaksimal mungkin kebebasan anak didik.

d.        Pendekatan Resep
Pendekatan resep (cook book) ini dilakukan dengan memberi satu daftar yang dapat menggambarkan apa yang harus dan apa yang tidak boleh dikerjakan oleh guru dalam mereaksi semua masalah atau situasi yang terjadi di kelas. Dalam daftar itu digambarkan tahap demi tahap apa yang harus dikerjakan oleh guru. Peranan guru hanyalah mengikuti petunjuk seperti yang tertulis dalam resep.

e.         Pendekatan Pengajaran
Pendekatan ini didasarkan atas suatu anggapan bahwa dalam suatu perencanaan dan pelaksanaan akan mencegah munculnya masalah tingkah laku anak didik, dan memecahkan masalah itu bila tidak bisa dicegah. Pendekatan ini menganjurkan tingkah laku guru dalam mengajar untuk mencegah dan menghentikan tingkah laku anak didik yang kurang baik. Peranan guru adalah merencanakan dan mengimplementasikan pelajaran yang baik.
f.         Pendekatan Perubahan Tingkah Laku
Sesuai dengan namanya, pengelolaan kelas diartikan sebagai suatu proses untuk mengubah tingkah laku anak didik. Peranan guru adalah mengembangkan tingkah laku anak didik yang baik, dan mencegah tingkah laku yang kurang baik. Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior modification approach) ini bertolak dari sudut pandangan psikologi behavioral.
Program atau kegiatan yang yang mengakibatkan timbulnya tingkah laku yang kurang baik, harus diusahakan menghindarinya sebagai penguatan negatif yang pada suatu saat akan hilang dari tingkah laku siswa atau guru yang menjadi anggota kelasnya. Untuk itu, menurut pendekatan tingkah laku yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah yang menimbulkan perasaan senang atau puas. Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari

g.        Pendekatan Sosio-Emosional
Pendekatan sosio-emosional akan tercapai secarta maksimal apabila hubungan antar pribadi yang baik berkembang di dalam kelas. Hubungan tersebut meliputi hubungan antara guru dan siswa serta hubungan antar siswa. Didalam hal ini guru merupakan kunci pengembangan hubungan tersebut. Oleh karena itu seharusnya guru mengembangkan iklim kelas yang baik melalui pemeliharaan hubungan antar pribadi di kelas. Untuk terrciptanya hubungan guru dengan siswa yang positif, sikap mengerti dan sikap ngayomi atau sikap melindungi.

h.        Pendekatan Kerja Kelompok
Dalam pendekatan in, peran guru adalah mendorong perkembangan dan kerja sama kelompok. Pengelolaan kelas dengan proses kelompok memerlukan kemampuan guru untuk menciptakan kondisi-kondisi yang memungkinkan kelompok menjadi kelompok yang produktif, dan selain itu guru harus pula dapat menjaga kondisi itu agar tetap baik. Untuk menjaga kondisi kelas tersebut guru harus dapat mempertahankan semangat yang tinggi, mengatasi konflik, dan mengurangi masalah-masalah pengelolaan.

i.          Pendekatan Elektis atau Pluralistik
Pendekatan elektis (electic approach) ini menekankan pada potensialitas, kreatifitas, dabn inisiatif wali atau guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut berdasarkan situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan itu dalam suatu situasi mungkin dipergunakan salah satu dan dalam situasi lain mungkin harus mengkombinasikan dan atau ketiga pendekatan tersebut. Pendekatan elektis disebut juga pendekatan pluralistik, yaitu pengelolaan kelas yang berusaha menggunakan berbagai macam pendekatan yang memiliki potensi untuk dapat menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi memungkinkan proses belajar mengajar berjalan efektif dan efisien. Guru memilih dan menggabungkan secara bebas pendekatan tersebut sesuai dengan kemampuan dan selama maksud dan penggunaannnya untuk pengelolaan kelas disini adalah suatu set (rumpun) kegiatan guru untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi kelas yang memberi kemungkinan proses belajar mengajar berjalan secara efektif dan efisien.

j.          Pendekatan Multikutural
Pendekatan Multikultural sendiri berangkat dari suatu keadaan yang baru, yaitu keberadaan dua atau lebih kebudayaan yang berbeda yang hidup berdampingan. Awalan kata «multi» pada kata multikultural merujuk pada pengertian «banyak» atau «berbagai macam», sehingga menurut asal katanya, Pendekatan Multikultural adalah sebuah pendekatan yang mengakui keberagaman budaya yang ada.
Meskipun merupakan suatu pendekatan yang mengakui keberagaman budaya yang ada, namun Pendekatan Multikultural tidak memungkinkan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi diantara satu grup dengan grup lainnya yang berbeda budaya, ataupun permasalahan perdamaian dalam kehidupan sosial. Pendekatan Multikultural belum bisa menyelesaikan masalah yang terjadi di dalam suatu komunikasi antarbudaya, karena di dalam komunikasi tersebut tidak cukup hanya mengakui keberagaman budaya. Tidak cukup hanya dengan melihat keberagaman suatu budaya, kemudian kita mencoba untuk mempelajarinya. Di dalam komunikasi antarbudaya, kemampuan berbahasa tidaklah cukup, karena di dalam suatu komunikasi, kemampuan berbahasa hanyalah salah satu faktor penunjang terjadinya komunikasi. Selain itu komunikasi juga bukanlah sesuatu yang bersifat linear, karena bentuknya selalu berubah-ubah, dan kita tidak dapat memprediksikan jalannya suatu komunikasi, terutama komunikasi dengan orang yang berasal dari kebudayaan yang berbeda.
Pendekatan Multikultural, yang menyatukan kelompok-kelompok dari berbagai macam budaya, meskipun bertujuan memperkenalkan perbedaan dari masing-masing budaya, namun tidak dapat menyelesaikan permasalah yang terjadi di dalam komunikasi antarbudaya. Karena perbedaan yang mendasar terdapat di dalam setiap individu, dan kita tidak bisa menyelesaikan permasalahan tersebut dengan menyamaratakan karakter tiap individu dengan kelompoknya. Sehingga, pendekatan ini dianggap belum bisa memecahkan masalah yang ada diantara pelaku komunikasi antarbudaya.

k.        Pendekatan Interkultural
Pendekatan Antarbudaya atau Pendekatan Interkultural adalah sebuah solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan di dalam komunikasi antarbudaya, karena melalui pendekatan tersebut, manusia dapat menghindari penggeneralisasian dan stereotip terhadap orang asing. Penggunaan Pendekatan Antarbudaya  sudah lama dianjurkan oleh Dewan Tinggi Eropa sejak tahun 1970 sebagai prioritas dalam sistem edukasi, dan sudah dipraktekkan di sekolah- sekolah Eropa mulai tahun 1990. Pada awal kemunculannya, pendekatan antarbudaya digunakan untuk memahami antarbudaya kaum imigran.
Dalam pendekatan antarbudaya, komunikasi melibatkan hubungan interaksi antara sekelompok orang, individu, dan identitas yang dibawa oleh mereka. Tidak seperti pendekatan multibudaya atau multikultural, yang hanya mengakui adanya keberagaman, Pendekatan Antarbudaya lebih mengedepankan pertemuan antarbudaya untuk dapat menempatkan individu sebagai pribadi yang unik, bukan membandingkannya dengan melihat suku atau rasnya.
Didalam pertemuan antarbudaya, sering terjadi kesalahpahaman yang disebabkan oleh stereotip terhadap orang asing. Oleh karena itu,  terdapat beberapa cara yang dikenalkan pada pendekatan interkultural dalam menghadapi pertemuan antarbudaya, yaitu memandang orang lain sebagai individu yang unik, dengan menghilangkan konsep ethnocentris, asal usul suku atau ras sebelum melakukan komunikasi. Kemudian, mengembangkan rasa empati terhadap orang asing, memahami budayanya, dan jangan menggeneralisasikannya. Dan, menghilangkan stereotip dan prasangka buruk terhadap orang asing, sebagai cara untuk memahaminya. Jadi, melalui cara-cara tersebut, pendekatan antarbudaya lebih memfokuskan pada pertemuan antarbudaya sebagai cara untuk memahami keberagaman dan perbedaan, bukan hanya mempelajari budayanya (Martine Abdallah- Pretceille).


8.        Penataan Kelas dan Pengaturan Siswa
Meneciptakan suasana belajar yang menggairahkan  perlu memeperhatikan peraturan/penataan ruang kelas/belajar. Penyusunan dan pengaturan  belajar hendaknya memungkinkan  anak didik duduk berkelompok  dan memudahkan anak didik bergerak secara leluasa. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam penataan kelas adalah:
a.         Ukuran dan bentuk kelas
b.         Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik
c.         Jumlah anak didik dalam kelas
d.        Jumlah anak didik dalam setiap kelompok
e.         Jumlah kelompok dalam kelas
Komposisi anak didik dalam kelompok (seperti anak didik pandai dengan anak didik kurang pandai, pria dengan wanita). Kemudian hal – hal yang harus diperhatikan didalam pengaturan siswa antara lain;
1)        Jenis kelamin
2)        Siswa yang cerdas atau bodoh
3)        Siswa memiliki tubuh tinggi atau rendah
4)        Siswa yang suka menggangu teman
5)        Siswa yang pendiam atau peribut
6)        Siswa yang memiliki kelaina penglihatan atau pendengaran
7)        Siswa yang suka berbicara atau membuat keributan[10]

9.        Pengelolaan Kelas yang Efektif
a.       Kelas adalah kelompok kerja yang diorganissikan untuk tujuan tertentu yang dilengkapi oleh tugas-tugas dan diarahkan oleh guru.
b.      Guru adalah tutor (pembimbing) bagi semua siswa bukan individu
c.       Kelompok memiliki perilaku sendiri yang berbeda dengan perilaku masing-masing individu dalam kelompok.
d.      Kelompok menyisipkan pengaruhnya kepada anggota-anggotanya.
e.       Praktik guru cenderung terpusat pada hubungan guru dan siswa.
Keharmonisan hubungan guru dengan siswa memiliki efek terhadap pengelolaan kelas. Begitu pula dengan perhatian guru dengan siswa, keterbukaan, selalu tanggap terhadap keluhan siswa, selalu bersedia mendengar saran dan kritik dari iswa, dan sebagainya merupakan cara untuk menghadirkan pengelolaan kelas yang efektif.[11]








C.      Kesimpulan
Pengertian pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran. Kesimpulan sederhananya adalah pengelolaan kelas merupakan kegiatan pengaturan kelas untuk kepentingan pengajaran. Tujuan Pengelolaan Kelas adalah menyediakan fasilitas bagi bermacam macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dalam intelektual dalam kelas.
Peran guru dalam strategi pengelolaan kelas adalah :  Guru sebagai Demostrator, guru sebagai Evaluator, Guru sebagai Pengelola Kelas, Guru sebagai Fasilitator. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas adalah Hangat dan Antusias, Tantangan, Bervariasi, Keluesan, Penekanan pada hal-hal yang positif, Penanaman disiplin diri.
Pendekatan – pendekatan dalam pengelolaan kelas terdiri dari :  Pendekatan kekuasan, Pendekatan Ancaman, Pendekatan kebebasan,  Pendekatan Resep, Pendekatan Pengajaran, Pendekatan Perubahan Tingkah laku, Pendekatan sosio Emosional, Pendekatan Kerja kelompok, Pendekatan Elektis atau pluralistik. Dalam pengaturan ruang belajar, hal-hal yang diperhatikan adalah : Ukuran dan bentuk kelas, Bentuk serta ukuran bangku dan meja anak didik, Jumlah anak didik dalam kelas, Jumlah anak didik dalam setiap kelompok, Jumlah kelompok dalam kelas.
Masalah Dalam Pengelolaan Kelas adalah: Kurang kesatuan, Tidak ada standar perilaku dalam bekerja kelompok, Reaksi negatif terhadap anggota kelompok, Kelas mentolerasi kekeliruan-kekeliruan temannya, Mudah mereaksi negatif atau terganggu misalnya didatangi monitor, Moral rendah, permusuhan, Tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan yang berubah.






DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, Palembang: NoerFikri, 2015.

Bahri,Syaiful,Djamarah,Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta : Rineka Cipta,2002.

Sholehah,Tutut, Strategi Pembelajaran yang Efektif, Jakarta : Citra Grafika Desian, 2008.

Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional Cetakan XIII, Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2001.







                                                                                                            


[1] Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional Cetakan XIII, (Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2001), hal 175
[3] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Buku II: Modul Pengelolaan Kelas. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, hal 135
[4] Syaiful Bahri Djamarah,Guru dan Anak didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta : Rineka Cipta,2002), hal178
[5] Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 176-177
[6] Tutut Sholehah, Strategi Pembelajaran yang Efektif, (Jakarta : Citra Grafika Desian, 2008), hal 29
[8] Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 178-180
[9] Usman, Uzer, Menjadi Guru Profesional Cetakan XIII, (Bandung : Remaja Rosdakaarya, 2001), hal 180
[10] Ibid, hal 182
[11]Nurlaila, pengelolaan pembelajaran, (Palembang: NoerFikri, 2015), hal 186-187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar